BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
peningkatan kebutuhan
manusia di berbagai bidang semakin tinggi diiringi dengan pesatnya perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK). Hal ini membawa banyak manfaat bagi
kemudahan aktivitas manusia. Namun, di tengah berbagai kemajuan tersebut justru
tidak banyak yang memberi manfaat bagi lingkungan kita. Bahkan sebagian besar
dari perkembangan tersebut memberi dampak buruk bagi lingkungan. Seiring dengan
pesatnya kemajuan tekhnologi, keadaan lingkungan justru semakin memburuk. Ironisnya,
tidak jarang kerusakan lingkungan itu diakibatkan oleh kelalaian manusia
sendiri dalam memanfaatkan kemajuan teknologi. Salah satu penurunan kondisi
lingkungan dapat dilihat dari banyaknya hutan gundul akibat penebangan pohon. Salah
satu conto real dari kondisi tersebut adalah industri pulp, demi untuk memenuhi
kebutuhan bahan produksi banyak sekali hutan- hutan primer di indonesia yang
beralih fungsi menjadi hutan monokultur sehingga keseimbangan ekosistemnya
terganggu.
Pohon biasanya
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat bahkan industri-industri untuk berbagai
keperluan, seperti kayunya digunakan sebagai bahan meubel / furniture dan
pembuatan kertas. Dalam hal ini kebanyakan perusahaan-perusahaan HTI (Hutan
Tanaman Industri) menggunakan jenis pohon akasia mangium sebagai bahan baku
utama pembuatan kertas. Akasia Mangium (Acacia mangium) atau juga dikenal
dengan akasia daun lebar termasuk jenis legum yang cepat tumbuh dan tidak
memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi. Akasia Mangium (Acacia mangium)
dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur, seperti pada lahan yang
mengalami erosi, berbatu dan tanah alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah
4,2. Secara umum dapat tumbuh pada ketinggian antara 30 - 130 meter dpl, dengan
curah hujan bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahun.
Pemanfatan kayu akasia
mangium saat ini telah mengalami peningkatan pemanfaatan yang semakin luas,
baik untuk kayu serat (pembuatan kertas), kayu pertukangan (finir dan perabot,
seperti lemari, kusen, pintu dan jendela) maupun kayu energi (bahan bakar dan
arang). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan
pemanfaatan kayu akasia mangium dalam bentuk kayu utuh, partikel, serat ataupun
turunan kayu.
Pada
saat proses harvesting/pemanenan dapat meninggalkan limbah pembalakan berupa
tunggul pohon, batang, cabang, ranting, daun dan kulit kayu. Menurut Ruhiyat
yang dikutip oleh Muladi et al. (2001) biomassa total Acacia mangium yang
berumur 5-7 tahun berkisar antara 60,469–95,846 ton/ha, yang mengandung kulit
kayu 7,282–8,836 ton/ha (9,22 – 13,46 %). Industri pulp yang menggunakan kayu
mangium (Acacia mangium) sebagai bahan bakunya menghasilkan limbah kulit
yang cukup berpotensi, yaitu sebesar 10-15% dari volume bahan baku serpih.
Jamur
lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan jenis jamur yang memiliki efek
medis. Menurut Mizuno (1999) tubuh buah dan miselium jamur G. lucidum mengandung
senyawa bioaktif yang berkhasiat obat. Jamur tersebut di China dan Jepang telah
lama digunakan secara turun temurun sebagai obat tradisional untuk berbagai
penyakit (Hattori, 1997).
Ada
beberapa manfaat yang terkandung dalam jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) yaitu :
1. Polisakarida
·
Memperkuat proses kemampuan penyembuhan secara
alami dalam tubuh
·
Sistem kekebalan tubuh
·
Mengurangi kadar gula dalam darah
·
Memelihara fungsi pankreas
·
Menguatkan membran sel
·
Mencegah kerusakan sel
·
Dll
2. Adenosin
·
Menurunkan kadar kolesterol dan lemak
·
Menyeimbangkan Ph darah
·
Memperbaiki fungsi kelenjar adrenalin
·
Menyeimbangkan metabolisme
·
Menurunkan kadar lipid darah
·
Menurunkan kadar penggumpalan darah
·
Dll
3. Triterpenoid
·
Mengaktifkan inti sel dalam tubuh
·
Meningkatkan sistem pencernaan
·
Mencegah alergi
·
Dll
4. Sari
Ganooderik
·
Menyembuhkan penyakit kulit, infeksi mulut dan
luka
·
Meremajakan, mempercantik, dan menghaluskan
kulit
·
Menghentikan pendarahan
1.2
Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui sifat tumbuh dan produktivitas
Ganoderma Lucidum dengan menggunakan serbuk kayu dan serbuk kulit kayu akasia
mangium sebagai media tumbuhnya.
1.3
Manfaat
Dengan
adanya pemanfaatan limbah ini diharapkan mampu merangsang munculnya industri mikro tentang budidaya jamur
berkhasiat obat (Ganoderma Lucidum) sehingga terciptanya lapangan kerja bagi
masyarakat sekitar hutan yang diharapkan dapat menekan potensi masyarakat untuk
merambah hutan.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Metode Pembuatan Media
Produksi
2.1.1 Pembuatan bibit jamur berkhasiat obat
Media
bibit dibuat dari serbuk gergaji kayu mangium dan kayu sengon dicampur dengan
dedak, CaCO3, Gips dan air suling secukupnya, dengan komposisi sebagai berikut:
•
a = serbuk gergaji kayu mangium + dedak 10% + CaCO3 1,5% + Gips 0,5% + air
suling
•
b = serbuk gergaji kayu sengon + dedak 10% + CaCO3 1,5% + Gips 0,5% + air
suling
Masing-masing komposisi media dicampur sampai rata.
Media yang telah dicampur dimasukkan ke dalam botol kaca sebanyak 150 gram dan
ditutup dengan kapas steril, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf
pada suhu 121 oC, tekanan 1,5 atmosfir selama 30 menit.
Media steril dan dingin diinokulasi G. lucidum HHB-322, HHB-328 dan
HHB-333.
Pertumbuhan miselium di permukaan media diamati setiap hari sampai pertumbuhan
miseliumnya memenuhi seluruh permukaan. Setelah miselium tumbuh merata dan
menebal maka bibit ini siap untuk diinokulasikan pada media kultivasi.
2.1.2 Pembuatan media kultivasi
Media dibuat dari campuran serbuk kulit kayu mangium yang
telah diekstrak taninnya dan serbuk kulit kayu yang tidak diektrak taninnya,
dedak, menir jagung, kapur, gips dan air bersih. Adapun komposisi medianya
yaitu:
•
A = Serbuk kulit mangium 82,5% + dedak 10% + menir jagung 5% + gips 0,5% +
kapur 2% + air bersih secukupnya
·
B = Serbuk kulit mangium
41,25% + serbuk gergaji sengon 41,25% + dedak 10% + menir jagung 5% + gips 0,5%
+ kapur 2% + air bersih secukupnya
• C = Serbuk gergaji sengon 82,5% + dedak 10% + menir jagung 5% +
gips 0,5% + kapur 2% + air bersih secukupnya
• D = Serbuk kulit
mangium (diekstrak taninnya) 82,5% + dedak 10% + menir jagung 5% + gips 0,5% +
kapur 2% + air bersih secukupnya
• E = Serbuk kulit
mangium (diekstrak taninnya) 41,25% + serbuk gergaji sengon 41,25% + dedak 10%
+ menir jagung 5% + gips 0,5% + kapur 2% + air bersih secukupnya
• F = Serbuk gergaji
sengon 82,5% + dedak 10% + menir jagung 5% + gips 0,5% + kapur 2% + air hangat
secukupnya.
Masing-masing campuran
bahan media kecuali dedak dan menir jagung diperam selama satu minggu. Setelah
itu, dedak dan menir jagung dicampurkan pada media tersebut dan ditambah air
bersih secukupnya.
Media yang telah dicampur dimasukkan ke dalam kantong plastik PVC ukuran satu
kilogram dan dikemas seperti botol, kemudian disterilkan dengan menggunakan
steamer selama 10 jam .
Media steril dan dingin diinokulasi bibit jamur, kemudian diinkubasi sampai
pertumbuhan miseliumnya merata. Pertumbuhan miselium di permukaan media diamati
setiap hari. Setelah miselium tumbuh merata dan menebal kantong plastik dirobek
dibagian atas atau leher kantong.
Pertumbuhan tubuh buah juga diamati setiap hari setelah
primordianya tumbuh
2.2 Hasil dan
Pembahasan
Hasil
uji beda Tukey (p<0.05) menunjukkan bahwa pada umur 1 minggu pertumbuhan
miselium pada media serbuk gergaji kayu mangium (Acacia mangium) lebih
cepat dibandingkan dengan pertumbuhannya pada media kayu sengon (Paraserianthes
falcataria). Sedangkan pada umur 2 minggu dan 3 minggu pertumbuhan miselium
pada media kayu sengon umumnya cenderung lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhannya pada kayu mangium, namun tidak berbeda nyata (p < 0.05).
Hasil
uji beda Tukey (p<0.05) menunjukkan bahwa pada umur 1 minggu pertumbuhan
miselium G. lucidum HHB-333 lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
HHB-322 dan HHB-328. Sedangkan pada umur 2 minggu pertumbuhan miselium HHB-333
lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan HHB-328, dan pada umur 3 dan 4
minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05).
Kedua
jenis kayu yang diuji tersebut cocok digunakan untuk media bibit jamur.
Penebalan miselium pada media kayu sengon terlihat lebih cepat, yang
ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan tubuh buah, dibandingkan dengan pada
media kayu mangium. Oleh karena itu bibit dari media kayu sengon lebih cepat
tua, yang ditunjukkan dengan adanya penggumpalan bibit setelah berumur > 2
bulan dan sulit untuk diinokulasikan pada media kultivasi, dibandingkan dengan
bibit pada media kayu mangium. Bibit yang telah tua tersebut jika
diinokulasikan pada media kultivasi sulit tumbuh dan berkembang. Bibit yang
baik untuk diinokulasikan pada media kultivasi yaitu yang berumur 1 – 2 bulan
setelah inokulasi.
Dalam
aplikasi bibit jamur umur 1-3 bulan digunakan beberapa komposisi media
kultivasi yang terdiri dari kulit kayu mangium, serbuk gergaji kayu sengon dan
campuran keduanya. Pertumbuhan miselium jamur pada media kultivasi telah merata
pada umur + 4 minggu setelah inokulasi.
Pada
umur empat minggu setelah inokulasi sebagian besar media kultivasi telah nampak
primordia (bakal tubuh buah) yang menembus kapas penutup. Pemanenan jamur
dilakukan apabila tubuh buah telah masak petik, yaitu pada umur umur 62 hari
(HHB-322 dan HHB-328), dan pada umur 64 hari setelah inokulasi untuk HHB-333.
Pemeliharaan
media kultivasi disusun berjejer pada posisi duduk/berdiri tegak di dalam
ruangan. Hal ini disebabkan oleh adanya tubuh buah yang nampak menyemburkan
sporanya. Selain itu, diharapkan pertumbuhan tubuh buah menjadi besar dan
tudung (pileus) hampir bulat. Suprapti dan Djarwanto (2004) menyatakan
bahwa ukuran tubuh buah jamur tiram pada media yang disusun berjejer pada
posisi duduk/berdiri tegak lebih besar dibandingkan dengan yang disusun
miring/tidur, dan pileusnya hampir bulat. Pertumbuhan miselium jamur pada
berbagai media kultivasi hampir sama. Dalam aplikasi bibit dari serbuk gergaji
kayu mangium dan kayu sengon pada media kultivasi menunjukkan bahwa rata-rata
pertumbuhan miselium hampir sama yaitu 99,8% (media bibit dari kayu mangium)
dan 99,7% (media bibit dari kayu sengon). Pertumbuhan miselium jamur pada media
kultivasi telah merata pada umur + 4 minggu setelah inokulasi. Laju pertumbuhan
miselium pada media kulit kayu yang diekstrak taninnya cenderung lebih cepat
(3,85% per hari) dibandingkan dengan laju pertumbuhannya pada media kulit kayu
yang tidak diekstrak taninnya yaitu 2,94-3,03% per hari. Hal ini mungkin
disebabkan bahwa tanin pada kulit kayu dapat menghambat pertumbuhan miselium
jamur.
Pada
umur empat minggu setelah inokulasi sebagian besar media kultivasi telah nampak
primordia (bakal tubuh buah) yang menembus kapas penutup sehingga media
tersebut langsung diletakkan diruang penumbuhan tubuh buah tanpa dibuka
tutupnya. Pemanenan jamur dilakukan apabila tubuh buah telah masak petik yaitu
jika bagian ujung atau tepi tubuh buah telah berwarna coklat kemerahan.
Pemanenan jamur dilakukan dengan mencabut tubuh buah sampai ke akarnya. Apabila
terdapat lebih dari satu tubuh buah dan masa petiknya tidak bersamaan maka
hanya tubuh buah yang masak petik yang dipanen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar